Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 21 Februari 2012

Sendal Jepit yang Rendah Hati

Di sebuah toko sepatu di kawasan perbelanjaan mewah di sebuah kota, nampak sepasang sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah di sebuah etalase. Dari tadi dia nampak jumawa dengan posisinya. Sesekali ia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan desainnya-nya.
Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sendal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.
“Hai sendal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada congkak.
Sendal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.
“Apa menariknya menjadi sendal jepit?, tidak ada kebanggaan bagi pemakainnya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu”, ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.
Sendal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, dia berkata “Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya di tempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih. Bahkan sekali-kali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya.” Sendal jepit berhenti sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.
“Tetapi, sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di dalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekadar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sekali saja.
Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, aku akan sangat setia meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu? Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial. Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya”, Sendal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.
“Sepatu sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau hanya untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kecantikan dan kepandaian dikeluarkan jika hanya untuk mendapatkan kekaguman orang lain.” Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sendal jepit.
“Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang”, jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya. Sendal jepit tersenyum dengan bijak “Sahabatku! Di tengah kekaguman, sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal. Semakin kita ingin dikagumi, maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya menjadi semakin tinggi dan kokoh.”
Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sendal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sendal jepit berbisik kepada sang sepatu.
“Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikan pun manusia mengajakku dan meninggalkanmu”.
Sepatu menatap kepergian sendal jepit ke musholla dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan “Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, sendal jepit yang rendah hati.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar