KETIKA KITA memasuki belantara kata, kita akan diajak bergumul dengan peradaban dari setiap generasi, melihat kilas balik sejarah, menilik realita di depan mata, dan meneropong jauh ke batas cakrawala. Rimba kata membuka lebar alam marcapada.
Jauh sebelum pepatah "Membaca adalah jendela dunia," Kanjeng Nabi telah mendapatkan kata-kata tersebut sambil merasakan tiga kali 'pelukan erat' Malikat Jibril yang membuat dadanya sesak dan sulit bernafas sambil menyeru "Iqro - Iqro - Iqro." Bagi Kanjeng Nabi yang seorang ummi (tidak bisa baca-tulis) tentunya itu adalah perintah yang berat. Apakah Jibril bodoh, memerintahkan seorang ummi untuk membaca? TIDAK. Sebab ini perintah (wahyu) Allah. (Maksud) Jibril dengan hal itu adalah menuntun (mengajarkan) Muhammad agar ia mengikutinya. Maka Jibril melanjutkan kata-katanya: Q.S. Al-Alaq: 1-5 yang artinya: 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Mahamenciptakan. 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahapemurah. 4) Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam (pena.red [tulis-baca]). 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
INILAH AYAT REVOLUSIONER. Wahyu pertama Kanjeng Nabi adalah perintah membaca dengan perantara kalam (pena/tulisan). Dengan membaca, Allah berjanji akan memberikan kemudahan/kemurahan kepada kita dalam segala hal, karena Dia Mahapemurah. Dengan prantara membaca dan menulis, Dia pun akan mengajarkan banyak hal yang tidak manusia (kita) ketahui. Dan masih luas lagi jika ayat di atas mesti dijabarkan.
Singkatnya, kita 'diajak' memasuki belantara kata, menjelajah kesejatian makna, dan berupaya menjadi manusia seutuhnya. Semoga blog sederhana ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar