Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 21 Februari 2012

(JIKA AKU) MENJADI GUBERNUR BANK INDONESIA

Oleh Ferry Afriandy H

 [Satu]   Gubernur Bank Indonesia, dan Jika Aku Menjadi
  Menjadi seorang Gubernur Bank Indonesia bukanlah salah satu opsi yang ditawarkan salah seorang pun guru waktu (aku) duduk di bangku Sekolah Dasar. Begitu juga di bangku SMP dan SMA. Tidak ada yang menyinggung sama sekali jabatan penting ini. Mereka biasanya menawarkan sebuah cita-cita yang agak monoton seperti menjadi dokter, insinyur, pilot, tentara, polisi, atau kiyai. Padahal menjadi Gubernur Bank Indonesia juga merupakan tugas agung yang dapat dikatakan sebagai tonggak perekonomian bangsa, yang tentunya juga memikirkan hajat dan seluruh kantong perut rakyat Indonesia. Tetapi entah mengapa, para guru dan juga oarng tua cenderung menyederhanakan cita-cita yang ditawarkan kepada anaknya.
Baru ketika tumbuh dewasa, mendapat kesempatan duduk di perguruan tinggi, semakin terbukalah wawasan yang menyuguhkan banyak pilihan ‘jika aku menjadi’. Secara leksikal, jika sama artinya dengan andai. Namun secara semantik, jika memiliki konotasi lebih positif dibanding andai. Jika memberikan gambaran have been yang bukan hanya terasa dan terlihat secara imajinatif, melainkan juga dapat dirasakan secara faktual, walau hanya auranya saja. Sedangkan andai adalah ungkapan angan-angan kosong, tidak terstuktur, tidak terencana, tidak tergambar, dan hanya sebatas fantasi belaka.
Sebuah stasiun televisi swasta juga memberikan salah satu nama program reality show-nya “Jika Aku Menjadi”. Dalam acara tersebut peserta yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas – dan mayoritas perempuan – mulai dari kalangan artis, model, mahasiswa, pegawai swasta, dan lain sebagainya diajak ikut merasakan “jika aku menjadi” seseorang yang – mungkin – tidak pernah mereka bayangkan atau fikirkan sedikitpun dalam dunianya. Acara tersebut mengekspos sebuah kehidupan atau keluarga ekonomi rendah yang serba kekurangan, namun penuh dengan perjuangan, keikhlasan, kesederhanaan, dan berbagai pelajaran hidup lainnya.
Setidaknya ada sebuah pesan berharga pada program tersebut, bahwa kebanyakan orang sukses, (dalam hal ini ekonomi kelas atas) mesti menanamkan nilai-nilai spiritual dan akhlak dalam dirinya. Karena anugerah yang didapat berupa harta, pangkat, dan ilmu adalah amanat Tuhan agar kita mau berbagi kepada orang lain. “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Disamping itu, nilai-nilai spiritual juga menjadi effort mutlak sebagai jalan menggapai kebahagiaan hakiki.
Begitupun sebaliknya bagi kalangan yang berekonomi rendah. Jika Aku Menjadi adalah sebuah refleksi nyata, bahwa hidup tidak hanya butuh nilai-nilai spiritual saja, tetapi juga ilmu, peta perencanaan, dan harga kesuksesan yang mesti dibayar. Maka, “Jika Anda tidak sanggup menghadapi ‘risiko’ gagal atau ditolak, jangan iri pada mereka yang hidup lebih enak. Mereka berkorban dan berjuang untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan” (Paul Getty). Walaupun sesuatu yang bernama kesuksesan di sini tidak hanya diukur dengan materi saja. Imam Syafi’ie bernah berkata, “Kemiskinan bagi orang berilmu adalah pilihan. Dan kemiskinan bagi orang bodoh adalah keterpaksaan.”
Namun, Jika Aku Menjadi Gubernur Bank Indonesia, bukanlah sebuah reality show yang menawarkan ending termehek-mehek atau pun malah sebaliknya terbahak-bahak. Menjadi Gubernur Bank Indonesia adalah sebuah tugas agung nan mulia sebagai perpanjangan tangan nasib perekonomian bangsa. Sepertinya sulit sekali membayangkan dunia Jika Aku Menjadi Gubernur Bank Indonesia akan penuh dengan gelak tawa, senang-senang, mobil mewah, rumah megah, pelesiran, pesta, dansa, dsb. Walau konsekuensi tempat dan fasilitas kerja yang layak adalah sebuah hak. Tetapi tetap mesti diinsyafi bahwa jutaan kantong perut rakyat Indonesia ada dalam kebijakannya.
Dan sebagai manusia Indonesia, tidak ada salahnya – kiranya pun perlu – memikirkan, bagaimana Jika Aku Menjadi Gubernur Bank Indonesia?.


[Dua]   Mengapa (Menjadi) Gubernur Bank Indonesia?
Bank merupakan salah urat nadi perekonomian sebuah negara. Tanpa bank kita akan sulit melakukan berbagai aktivitas ekonomi seperti menyimpan dan mengirim uang, memeroleh pinjaman untuk tambahan modal usaha, melakukan pembayaran; listrik, air, telepon, kuliah dsb, mengambil uang gajih, menyimpan dokumen berharga, atau melakukan transaksi perdagangan lain secara efektif dan aman – baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Hal ini karena bank adalah lembaga yang concern menangani masalah keuangan/ekonomi. Maka untuk melihat tingkat kesejahteraan rakyat, bank menjadi barometer utama, apakah ia dalam kondisi aman atau tengah dalam kondisi krisis. Sebab hal ini akan berdampak ke segala aspek kehidupan bermasyarakat.
Saat ini tengah ramai diperbincangkan krisis ekonomi yang melanda negara-negara Uni Eropa yang dikenal dengan Zona Euro. Hongaria dilaporkan terpaksa meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk keluar dari krisis yang dihadapinya. Swiss pun mulai terancam imbasnya. Amerika yang dikenal sebagai negara super power tidak ketinggalan menelan pil pahit ini. Dikatakan para pengamat, justru Amerika Serikat dapat dipandang sebagai potensi krisis utang nomor satu di dunia. Karena rasio utang Amerika Serikat di awal tahun 2012 ini saja sudah mencapai 85%. Reformasi kesehatan yang tengah dilakukannya sudah menelan dana triliunan dolar AS dan akan meningkat menjadi 110% di tahun 2016 yang akan datang. Hal ini akan berdampak pada dunia, karena AS merupakan kekuatan ekonomi nomor satu dunia.
Krisis ekonomi global juga melanda negara-negara kaya penghasil minyak terbesar di dunia. Teluk Persia dilaporkan mengalami kerugian besar. Emirat Arab mengalami permasalahan yang serius dalam sektor properti. Nilai tukar mata uang Qatar, Arab Saudi dan Riyadh juga mengalami nasib serupa.
Hasilnya, negara-negara ‘penderita’ krisis ekonomi melakukan penghematan ketat dan berusaha berfikir keras untuk melakukan reformasi ekonomi. Para pengusaha banyak yang mengalami gulung tikar, para pegawai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), kondisi politik kian memanas, kesehatan menuru, dan pendidikan terbengkalai.
Walaupun sejauh ini, Indonesia masih cukup mampu menghadapi dampak krisis ekonomi global tersebut. Namun kita mesti tetap waspada dengan keadaan ekonomi dunia yang sedang kolaps. Toh, Indonesia juga pernah mengalami nasib serupa, yang dampaknya sangat mengganggu stabilitas negara.
Kita masih sangat ingat, krisis moneter yang melanda Indonesia antara era tahun 1997-1998. Efek domino terasa amat kental. Bursa saham Indonesia harus mengambil langkah menutup sementara (menyuspensi) perdagangan saham. Dalam kurun waktu yang sama, nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi. Upaya pengetatan likuiditas melalui kenaikan suku bunga yang dilakukan guna menstabilkan inflasi dan nilai tukar juga telah menyebabkan negative spread di sektor perbankan.
Krisis yang berkelanjutan telah mengakibatkan perbankan nasional menjadi semakin rawan. Pada sisi yang lain kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnya sejak pencabutan izin usaha 16 bank pada bulan November 1997. Sebagai konsekuensinya, ekonomi Indonesia menjadi sangat rentan terhadap gejolak eksternal pada ruang pemerintahan. Rakyat menuntut adanya reformasi dalam segala bidang. Pada fase reformasi ini sangat terasa ketegangan yang terjadi antara rakyat dan pemerintah dalam bentuk gelombang demonstrasi, kerusuhan, bahkan berbagai pelanggaran HAM.
Pada periode ini, kebijakan moneter Bank Indonesia fokus pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Upaya Bank Indonesia dalam menyelesaikan krisis ekonomi tentunya sangat dipengaruhi lapangan kerja yang tersedia. Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia akan menunjukkan gap yang terus membesar. Alhasil, tingkat pengangguran semakin meningkat dari tahun ke tahun (Lihat tabel).

PERSENTASE TINGKAT PENGANGGURAN, TINGKAT INFLASI, 
PERSENTASE PERTUMBUHAN TINGKAT UPAH,
PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN PERTUMBUHAN ANGKATAN KERJA
PADA PERIODE 10 TAHUN
TAHUN 1998 - 2007
Tahun
Tingkat pengangguran (Persen)
Tingkat Inflasi (Persen)
Pertumbuhan Upah (Persen)
Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
Pertumbuhan Angkatan Kerja (Persen)
1998
5.46
77.63



1999
6.36
2.01
18.96
0.79
2.27
2000
6.08
9.4
22.94
5.35
8.47
2001
8.01
12.6
35.31
3.64
3.3
2002
9.06
10.03
18.09
4.50
1.99
2003
9.51
5.06
14.43
4.78
-0.45
2004
9.86
6.4
15
5.03
3.64
2005
10.26
17.11
11.2
5.69
1.75
2006
10.27
6.6
13.54
5.50
0.55
2007
9.11
6.59
11.73
6.35
3.33
Sumber : Statistik Tahunan Indonesia, BPS, 1998-2007.

Dalam hal ini, sumber daya alam dan peran para pengusaha besar maupun kecil dalam menyediakan lapangan kerja demi kestabilan ekonomi memang menjadi fundamental. Tetapi mutu sumber daya manusia – menurut penulis –  adalah asas yang lebih penting dalam hal apapun. Maka kualitas perguruan tinggi atau universitas sebagai pusat pengkajian ilmu pengetahuan seharusnya terus ditingkatkan.
Lantas, mengapa (harus menjadi) Gubernur Bank Indonesia?
Sebagaimana gambaran di atas bahwa perekonomian menjadi hal yang sangat fundamental, maka posisi Gubernur Bank Indonesia sebagai head master kekuatan ekonomi bangsa menjadi kunci emas untuk keluar dari berbagai persoalan bangsa.
Sebagaimana kedudukannya sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam hal itu, seorang gubernur Bank Indonesia memiliki peran yang amat krusial dalam mengatur dan meningkatkan perekonomian bangsa.
Menjadi gubernur Bank Indonesia memang memiliki tugas yang cukup berat, ia harus selalu menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah yang ditandai dengan tercapainya sasaran inflasi dan stabilnya nilai tukar. Kestabilan nilai mata uang sangat mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam berbagai aktivitas ekonominya. Dan kestabilan ekonomi akan semakin memperkuat negara baik dalam hal kesejahteraan, pertahanan, keamanan, sosial, budaya, kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Maka sebagai ujung tombak kestabilan perekonomian bangsa, posisi Gubernur Bank Indonesia haruslah orang yang mampu dan cakap melakukan langkah-langkah strategis serta dapat bersaing di kancah perekonomian internasional.
Di samping itu, krisis ekonomi global yang tengah dialami negara-negara Uni Eropa adalah sebuah isyarat nyata, bahwa bukan hanya seorang gubernur Bank Indonesia saja yang mesti berbenah diri, semua elemen masyarakat juga mesti berupaya menciptakan iklim bernegara yang kondusif, baik sebagai tentara, pegawai, pemuka agama, budayawan, pelajar/mahasiswa, dan lain sebagainya.


[Tiga] Langkah Strategis Gubernur Bank Indonesia
Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa tujuan utama Bank Indonesia hanya satu, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Krisis ekonomi global yang tengah melanda zona euro saat ini hendaknya menjadi cerminan kita akan kemerosotan perekonomian dunia. Kita mesti belajar dari pengalaman dahulu untuk mengantisipasi dan menanggulangi kemungkinan krisis yang juga melanda Indonesia.
Secara statistik di tahun 2012 ini memang Indonesia tidak mengalami dampak yang serius dalam hal itu, bahkan perekonomian Indonesia cenderung stabil dan meningkat. Angka penduduk di bawah garis kemiskinan juga terus menurun. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta jiwa (15,42 %) dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan pada bulan Maret 2009 berjumlah 32,53 juta (14,15 %). Berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Kemudian pada bulan Maret 2010 berjumlah 31,02 juta (13,33 %) yaitu mengalami penurunan 1,51 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Dan pada bulan Maret 2011 mencapai 30,02 juta jiwa (12,49 %) mengalami penurunan kembali sebesar 1,00 juta jiwa (0,84 %).
Melihat data di atas, memang merupakan prestasi besar bagi pemerintah Indonesia. Tetapi perlu diingat bahwa angka tersebut mesti terus ditekan dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah. Disamping itu juga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) harus terus ditingkatkan, sebab di era globalisasi ini persaingan semakin ketat. Walaupun Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tetapi jika tidak dapat mengolahnya, atau bahkan tragisnya hanya menjadi babu di negeri sendiri, hal ini sangatlah mengkhawatirkan.
Kembali ke masalah ekonomi, bahwa saat ini negara-negara besar di dunia tengah dilanda krisis global. Hal ini perlu diwaspadai mengingat perekonomian Indonesia juga dipengaruhi perekonomian dunia, maka ada beberapa langkah strategis yang mesti dilakukan oleh Indonesia, khususnya (Jika Aku Menjadi) Gubernur Bank Indonesia sebagai pemegang kebijakan moneter dan tolok ukur perekonomian bangsa.
Pertama, mendukung penuh dan mengembangkan sistem perekonomian syariah.
Permasalahan ekonomi adalah salah satu permasalahan fundamental dalam kerangka sebuah negara, terlebih lagi agama. Dalam agama Islam, masalah ekonomi sangat diperhatikan secara khusus dan memiliki aturan main yang serius dan jelas, yakni dengan sistem syariah. Salah satu solusi ekonomi Islam adalah perihal zakat dan sistem bagi hasil atau profit and loss sharing. Bahkan betapa pentingnya kekuatan ekonomi, Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan sahabatnya agar menguasai dan menguatkan dua basis kehidupan kemasyarakatan, yaitu masjid dan pasar. Jadi ada sebuah isyarat yang mengatakan bahwa sebuah negara/suatu kelompok harus memiliki ekonomi yang kuat. Jika ekonomi negara/kelompok tersebut kuat, maka kuatlah negaranya/kelompoknya, begitu pun sebaliknya. Permasalahan ekonomi bukan tentang permasalah ibadah suatu agama, tetapi sebuah sistem yang mendukung terciptanya kekuatan ekonomi. Jadi ia haruslah bersifat universal yang dapat meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Saat ini dunia Barat tengah berada dalam kondisi dilematis dan sedang mencari jalan keluar yang aman. Pakar ekonomi Barat menyarankan berpaling pada sistem ekonomi Islam (syariah) dan menjauhi berbagai praktik yang merugikan perekonomian dalam bentuk umum seperti menipu, spekulasi, dan interaksi yang sarat riba. Karena praktik tersebutlah satu-satunya penyebab dibalik meletusnya krisis ekonomi global yang meruntuhkan sejumlah bank besar dunia, terutama Bank Amerika Leman Bradz, bank terbesar keempat di dunia.
Pada praktiknya, bunga yang diperoleh dari para debitor terus bertambah dalam bentuk utang yang terus melambung. Dan bisa jadi saat jatuh tempo pembayaran, debitor belum mampu melunasi. Akibatnya, pemberi utang terpaksa memperkarakannya. Dengan demikian proses jual beli terhenti.
Selain itu aturan pajak juga terlampau tinggi tanpa melihat sejauh mana tingkat pendapatan atau penghasilan seseorang dalam usaha. Sedangkan sistem syariah mengaturnya dengan zakat yang tidak memberatkan, yaitu sekitar 2 % atau sesuai dengan tingkat pendapatan seseorang/perusahaan tersebut. Pembayaran zakat (dalam istilah ekonomi konvensional disebut pajak.red) juga akan dengan ikhlas diberikan seorang kepada lembaga terkait baik zakat harta, zakat emas, atau zakat pendapatan. Selain itu ada lagi pundi-pundi yang akan memperkuat perekonomian berupa infaq, sodaqoh, dan wakaf.
Bila kapitalisme klasik mendefinisikan adil sebagai “Anda dapat apa yang anda upayakan” (You get what you deserved), dan sosialisme klasik mendefinisikannya sebagai “Sama rata sama rasa” (No one has a privilege to get more than others), maka Islam mendefinisikan adil sebagai “Tidak menzalimi tidak pula dizalimi” (Laa tazhlimuuna wa laa tuzhlamuun). Berbagai transaksi ekonomi dan akad jual beli dilakukan dengan saling menguntungkan sesuai kesepakatan bersama.
Islam memberikan syarat, bahwa dalam setiap mobilitas keuangan harta mesti dibayar (berbanding lurus) dengan jasa yang nyata. Sedangkan, dunia kapitalisme hanya memfokuskan dan memperluas mobilitas keuangan saja, tanpa ada pelayanan dan perpindahan komoditi nyata. Oleh karena itu, sistem kapitalis adalah sistem ekonomi utang, sebab setiap orang yang terlibat di sana dianggap menanam utang. Sebab sesungguhnya, uang tidak akan ‘melahirkan’ uang.
Walaupun sistem ekonomi syariah bersifat univesal, tetapi memang tidak mudah mengubah sistem ekonomi konvensional yang telah mengakar puluhan tahun menjadi sistem ekonomi syariah yang baru beberapa tahun diterapkan di Indonesia. Namun berkaca dari dunia Barat yang kini tengah dilanda krisis ekonomi global dan sudah sangat kebelet ingin menerapkan sistem syariah, maka tidak ada salahnya jika sistem ekonomi syariah mendapatkan perhatian khusus dari Bank Indonesia dengan bentuk divisi Bank Indonesia Syariah – misalnya – agar dapat menjadi tambahan kekuatan ekonomi bangsa di masa-masa sulit atau krisis ekonomi.
Kedua, bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dalam mencetak generasi muda yang mampu bersaing di ranah ekonomi internasional dengan program beasiswa.
Pendidikan sangatlah penting untuk meningkatkan sumber daya manusia sebagai subjek kehidupan. Ia menjadikan manusia-manusia di dalamnya memiliki keterampilan dan keahlian menjawab setiap tantangan zaman. Terbukti di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan Brunei Darusalam, yang secara demografi tidak memiliki wilayah dan potensi kekayaan alam seperti Indonesia tetapi mampu bersaing di kancah internasional baik dalam bidang teknologi, arsitektur, seni, dan kesejahteraan ekonominya. Padahal sebagaimana kita maklumi bersama bahwa dahulu sampai awal era tahun 80-an mereka masih belajar ke Indonesia. Tetapi mereka amat memahami betul pentingnya pendidikan untuk menjawab segala tantangan zaman. Zaman akan terus melaju, tantangan akan semakin berat, dan kehidupan tidak mengenal kompromi. Siapa yang menyiapkan perbekalan hari ini akan siap berangkat esok hari. Dan siapa yang tidak menyiapkan perbekalannya hari ini akan tergilas zaman esok hari.
Sejak tahun 2000, pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) malahan telah mencanangkan 100 universitas kelas dunia di semua provinsi. Ini merupakan proyek ambisius namun sangat realistis. Berdasarkan majalah Newsweek edisi Agustus 2001, Cina merupakan negara yang paling banyak mengirimkan generasi mudanya untuk kuliah di universitas terbaik di Amerika Serikat, dan India berada satu peringkat di bawah Cina. Hasilnya sangat mengesankan, Cina bagai bangkit dari tidur panjang dan kini menjadi raksasa ekonomi terbesar di dunia. Walaupun masih hangat di telinga kita, bahwa ahkir-akhir ini Cina sering terkena bencana alam, seperti tsunami, badai, angin topan, dan banjir. Tetapi mereka tetap mampu bertahan dan terus bangkit.
Sedangkan India – yang juga memiliki ambisi peningkatan kualitas pendidikan –, yang secara demografi memiliki masalah kependudukan yang cukup pelik, perlahan namun pasti dapat menunjukkan taringnya sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia bahkan dunia. Kita tidak perlu heran dan bertanya-tanya mengapa India bisa mengekspor Bajaj Pulsar ke seluruh dunia, para penulisnya mampu bertengger dengan prestisius di ranah sastra sejah tahun 2000-an, dan industri film Bollywood mampu duduk bersama di kursi box office film-film Hollywood.
Ketiga, melunasi utang-utang luar negeri.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa keruntuhan ekonomi Amerika Serikat karena rasio utang yang terus membengkak hingga akhirnya bank terbesar keempat di dunia, Bank Amerika Leman Brandz, serta sejumlah bank kecil lainnya gulung tikar. Belum lagi perusahaan-perusahaan besar yang mengalami kredit macet karena kekurangan modal untuk menutupi biaya operasional perusahaannya, dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja dengan jumlah masal.
Pada tahun 1997-an Indonesia juga pernah mengalami krisis moneter yang sangat parah. Pinjaman dana ke IMF untuk mengatasi krisis ekonomi semakin memperpanjang daftar utang luar negeri. Dan rakyat yang kemudian harus menanggungnya. Sejumlah barang kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak langka di pasaran. Harganya pun terus meroket.
Dalam beberapa tahun berikutnya rakyat Indonesia harus ‘rajin berpuasa’ dan membiasakan diri makan ‘nasi aking’. Tentunya ini adalah hal lucu yang terjadi di negara swasembada pangan.
Maka sebagai langkah strategis yang mesti dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia adalah memfokuskan usaha melunasi utang-utang ke luar negeri.
Keempat, memperketat pengawasan bank, pihak internal, dan komunikasi dengan pihak terkait.
Sejak tahun 2008 kasus-kasus tindak pidana perbankan terus meningkat. Ini menunjukkan ketidakpatuhan bank terhadap peraturan perundangan terkait operasi perbankan. Mulai dari kasus penggelapan dana, tindak korupsi, serta raibnya dana deposito milik nasabah. Kasus bank-bank bermasalah hendaknya menjadi sorotan tajam. Selain untuk menjaga nama baik Bank Indonesia, tindakan tegas juga berarti menyelamatkan nasabah dari kerugian. Bank-bank yang mengalami krisis memang secara operasional dapat mengajukan pinjaman ke BI. Tetapi di samping itu, BI juga mesti memperketat pengawasannya agar pihak terkait berusaha sebaik mungkin menyelesaikan masalahnya dan tidak memanipulasi dana tersebut.
Selain pengawasan eksternal, selayaknya BI juga melakukan pengawasan di pihak internal. Sebuah petikan menarik diungkapkan John Maxwell berkenaan dengan hal ini, Berhentilah mengambangkan organisasi Anda. Kembangkanlah sikap orang-orangnya. Sekali Anda melakukannya, organisasi Anda akan mengalami pertumbuhan 10% dalam semalam.
Selanjutnya adalah komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan Bank Indonesia baik scope nasional maupun internasional. Komunikasi yang baik akan menjaga hubungan yang baik juga. Dan koordinasi akan membuka jalan keluar permasalah bangsa.
Kelima, bantuan dana dan pelatihan bagi usaha rakyat kecil melalui berbagai macam program seperti UKM, KUR, dan lain sebagainya.
Indonesia adalah negara yang amat kaya dengan potensi alam yang sangat besar. Potensi alam ini bisa berupa hasil tambang, pertanian, perikanan, pariwisata dan lain sebagainya. Namun amat disayangkan jika potensi tersebut dimonopoli oleh pihak asing, dan kita hanya menjadi penonton atau pekerjanya saja. Memang kehadiran investor asing memberikan pajak yang cukup besar bagi Indonesia, tetapi bukankah lebih baik lagi jika para usahawan tersebut adalah orang-orang Indonesia.
Sebuah usaha yang berani (wira-usaha) layaknya dilakukan dari unit yang kecil (mikro). Terus mengembangkan diri dan berusaha menjadi usaha makro. Hal ini dimaksudkan agar jika terjadi kerugian atau kegagalan, si peng-usaha tidak menanggung kerugian yang besar pula.
Selain keahlian dan mental berani, seseorang yang hendak berwirausaha juga memerlukan modal untuk membuka usaha tersebut. Maka sejatinya pemerintah mesti mendukung hal tersebut baik dalam bentuk modal maupun pelatihan. Karena walau dengan usaha mikro, ini akan mengurangi angka kemiskinan dan jumlah angkatan kerja. Memang sejauh ini banyak bank yang menawarkan usaha pinjaman modal untuk usaha kecil menengah. Namun, bunga yang dipatok pun masih cukup besar sehingga memberatan si peminjam (debitor). Disamping itu, tidak ada atau minimnya pelatihan bagi para calon pengusaha kecil yang siap bangkit dari keterpurukan ekonomi. Kalaupun ada pelatihan tenaga kerja, peserta masih harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sangat berbeda jauh dengan Jepang yang pemerintanya mampu memberikan pelatihan kerja gratis bagi usia produktif. Maka dalam hal ini Bank Indonesia bisa bekerja sama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait.
Kelima langkah strategis di atas adalah langkah-langkah yang menurut hemat penulis dapat memperkuat perekonomian bangsa guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Langkah-langkah di atas kiranya tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak pemerintah, masyarakat, dan juga kepercayaan pihak asing.
Artikel ini hanya sebatas gagasan. Tetapi semoga bermanfaat.




Ferry Afriandy H
15 Februari 2011 - 19 : 28 Wib


Bahan Bacaan :
www.bi.go.id
www.bps.go.id 
www.ditjenkpi.depdag.go.id
www.cybersabili.co.id
http://indonesian.irib.ir